Persiapan
ke negeri
china
“Tuntutlah ilmu
sampai ke negeri china” ahh, ternyata bukan mimpi. Tanggal 22 maret 2016 kami
para ketua kelas mendapat info dari bu elfin (staf TU yang biasa membantu para mahasiswa ) beliau
menginformasikan untuk segera
mengirimkan email ke prof. Siusana terkait dengan persiapan studi kami ke China.
Para mahasiswa dihimbau untuk segera membuat paspor. Pengurusan paspor
diserahkan langsung kepada mahasiswa. kami mencari info ke kantor imigrasi
terdekat, saya mengurus paspor di kabupaten jember kebetulan kantor imigrasinya
dekat sehingga lebih mudah bolak-balik, karena dibutuhkan minimal dua kali
bolak balik.
Datang pertama untuk pendaftaran, melengkapi berkas foto
dan wawancara. Perlu diketahui teman-teman yang mau mengurus paspor bahwa data
yang ada di ijazah, KTP, kartu keluarga dan buku nikah (bagi yang jomblo gak perlu,
hiihii...) harus sesuai, apabila ada perbedaan satu huruf saja bakal ruwet
urusannya, setelah lengkap dan tidak ada masalah kemudian foto dan wawancara .
Biaya administrasi dibayarkan di bank BNI kebetulan bank tersebut yang
menangani saat itu membayar Rp.355.000,- untuk paspor dan Rp 5.000,- untuk
administrasi bank, sehingga total Rp.360.000,-.
Datang yang kedua kali untuk pengambilan paspor yang
sudah jadi dibutuhkan jeda waktu sekitar 3 hari terhitung dari waktu
pendaftaran. Sangat mudah di kabupatenku tetapi di kabupaten lain seperti
malang dan surabaya tidak semudah itu karena sangat banyak yang membutuhkan
sehingga perlu antri bahkan mereka rela datang jam 5 pagi untuk dapatkan jatah
paspor pada hari itu (ckckck.... kapan
birokrasi indonesia suip untuk rakyatnya). Ahh gak perlu protes kita
generasi muda yang harus bisa perbaiki.
Setelah paspor selesai kami menunggu surat penerimaan
kami dari china atau letter admission sehingga dalam pengurusan visa nantinya
kami menggunakan visa x atau visa pelajar. Lagi-lagi ini merupakan pengalaman
baru bagi kami yang masih mau pertama kali keluar negeri, rasa penasaran kami lebih
tinggi dari pengetahuan kami (hehe..)
tepatnya taggal 18 April 2016 disela-sela padatnya jadwal kuliah, kami berenam
:Irwan, Fikri, Bayu, Tofan, Yayon, dan aku sendiri berangkat ke surabaya dengan
dua tujuan yaitu mencari info membuat visa dan mencari tiket. Kami berangkat
setelah perkuliahan dengan perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam (malang-surabaya) dan akhirnya dengan bantuan
google map kami temukan konsulat jenderal (konjen) china di Surabaya akan
tetapi menurut security yang bertugas waktu itu mengatakan bahwa pengurusan
visa sudah dialihkan ke pihak kedua semacam agen yang terletak di spasio yang
di konjen hanya mengurus warga china yang ada di indo atau orang indo yang mau
menikah dengan zhong guo ren (orang
china,red). Wah, jarak konjen dengan
spasio cukup memakan waktu 1 jam sedangkan waktu itu jam ditangan sudah
menunjuk pukul 15.30 WIB maka bisa dipastikan sampai tempat kantor sudah tutup.
Akan tetapi hal ini adalah pelajaran dan pengalaman yang tidak semua mahasiswa
bisa dapatkan.
Setelah badan terasa lelah kami singgah di rumah teman
dan kebetulan Bapak dari teman kami bekerja di agen penjualan tiket, kami
diajak ke kantornya dan disambut oleh resepsionis cantik yang pada akhirnya menjadi
pasangan teman saya (wah kalo sudah
rejeki gak akan kemana, hehe....). kami meminta di carikan tiket promo yang
lumayan murah Surabaya-Shanghai pulang-pergi. Malam itu juga kami dapatkan
tiket dengan harga yang lumayan murah sekitar Rp.6,5 Juta akan tetapi tiket ini
hanya untuk 9 orang sedangkan grup kami ada 40 orang maka kami putuskan untuk
mencari tiket untuk 40 orang. Si mbak juga mengatakan kalo tiket promo hanya
untuk beberapa orang saja jika memakai tiket group maka ada semacam cas
sehingga harganya menjadi lumayan mahal. Teman lain mencoba tiket group 40
orang dengan harga lumayan Rp.8,4 juta sedangkan jatah dari pemprov jatim hanya
Rp.8 Juta untuk paspor, visa dan tiket. Kami harus memutar otak agar tiket
tidak melebihi budget . Kami satu kelompok setelah berunding dengan teman kelas
yang lain akhirnya memutuskan memakai 2 kali penerbangan dengan mendapatkan
harga rata-rata Rp. 7,25 Juta per orang termasuk makan. Lagi-lagi tuhan
memberikan pelajaran kepada kami, karena mengharap tiket dengan harga murah si
mbak tidak teliti dengan transitnya dimana sehingga ada 6 teman kami yang
berbeda transit, mereka transit di bangkok sedangkan yang lain transit di kuala
lumpur. Akan tetapi dengan berunding yang sangat kuat akhirnya hal ini dapat
diatasi meski si agen harus membayar pinalty. Tiket sudah teratasi tiba saatnya
mengurus visa dengan membawa kelengkapan berkas yaitu surat penerimaan kami
dari china, form aplikasi, foto dan paspor pada tanggal 28 April 2016 kami
berangkat ke spasio, alhamdulillah dengan tim yang solid visa dapat teratasi
dengan mudah. Persiapan sudah selesai selanjutnya menunggu tanggal
keberangkatan.
Transit
di Malaysia
“Bulan mei kutunggu kehadiranmu” itulah kata yang berada
dibenak setiap mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Malang kerjasama
pemprov jawa timur angkatan 2014. Setelah menempuh tiga semester di Universitas
Negeri Malang kini saatnya para mahasiswa menempuh beberapa mata kuliah di
negeri yang terkenal dengan sebutan negeri tirai bambu, mengasah kemampuan
dengan suasana yang berbeda, membuka wawasan intelektual, emosional, spiritual,
sosial dan mengenal china dari berbagai sisi. Ini merupakan pengalaman yang
sangat berharga terutama bagiku dan teman-teman satu geng (... ihh satu geng kayak ABG aje). Tanggal 05
Mei 2016 Pesawat take off pukul 05.30 WIB, perjalanan surabaya-kuala lumpur
ditempuh 3 jam. Waktu transit yang cukup lama sekitar 10 jam terasa
membosankan, untuk mengatasi ini kami berunding untuk jalan-jalan keliling
malaysia. Ada dua pilihan jika anda mau keliling malaysia yaitu dengan
menggunakan kereta KLIA atau dengan taksi. Kereta KLIA akan menuju Kuala lumpur
center (dengan tarif 50 ringgit sekali
jalan) setelah itu dapat menempuh tempat wisata yang ada dengan menggunakan
taksi jika anda sendiri atau hanya beberapa orang saja fasilitas ini cukup
membantu.
Rapat koordinasi memanfaatkan waktu
transit dan jajanan dimalaysia
Lagi-lagi rasa
penasaran kami melebihi segalanya kami selalu mencoba hal-hal baru. Kami menuju
pintu keluar bandara, di tempat ini banyak sekali sopir taksi yang menawarkan
jasanya. Dengan tawar menawar didapat kesepakatan harga 600 ringgit untuk satu
taksi dengan isi 7 orang untuk 3 tempat wisata, akhirnya kami memutuskan
memakai taksi. Wah lumayan panas, perjalanan di tengah hari dan macet,( heeeghhgh). Tapi lumayanlah bisa
menginjakkan kaki di malaysia.
Kesan
pertama memasuki udara tiongkok
Rasa was-was menerpa kami, petir menyambar tiada henti
dan pesawat mengalami turbulensi, getaran pesawat terasa sangat kuat, hanya
berdoa pada tuhan dan pasrahkan pesawat ini pada sang kapten. Setelah 6 jam
perjalanan akhirnya kami tiba di pudhong airport waktu menunjukkan pukul 00.30 waktu shanghai. Setelah melewati proses imigrasi kami keluar kearah penjemputan
disana kami disambut para volunter dari yangzhou university yang terdiri dari
dua orang cewek dan 1 orang cowok, hanya satu yang lumayan memahami bahasa
inggris. Kami di himbau untuk istirahat sambil menunggu jam 05.00 waktu
shanghai.
Saat yang di tunggu telah tiba udara yang sejuk berkabut
menyelimuti kami, perjalanan yang pajang tidak terasa melelahkan, rasa kagum
akan ciptaan yang maha kuasa akan alam yang benar-benar berbeda terlihat dari
bentuk dan warna daun tanaman di kanan dan kiri jalan, terlebih lagi matahari
yang enggan muncul seharian bahkan hampir 1,5 bulan kami di yangzhoupun hanya
beberapa hari saja matahari muncul spenuhnya (maklum peralihan dari musim dingin ke summer). Gedung-gedung
menjulang tinggi, jalan-jalan yang lumayan lebar dan sepinya kendaraan menambah
kagum kami.
Jalanan shanghai di pagi hari
Kebijakan pemerintah dengan membatasi kendaraan pribadi
dengan pajak yang tinggi, dan fasilitas umum yang cukup nyaman membuat negeri
ini terkesan tertib bebas dari kemacetan. Perjalanan 5 jam akan kami tempuh
shanghai-yangzhou. Pernah saya bertanya berapa jarak shanghai-yangzhou mereka tidak
tahu pasti, untuk mengetahuinya sesekali saya mengintip speedometer yang sering
menujuk angka 110 km/jam. Bisa diperkirakan apabila perjalanan 5 jam dengan
kecepatan rata-rata100 km/jam maka jarak yang ditempuh adalah 500 km. Wow....
Jam berdering menandakan pukul 10.00 waktu yangzhou tepat
kami memasuki gerbang kampus, “kesan pertama begitu menggoda” rasa penasaran
dan kagum tidak pernah ada habisnya, dengan melihat pohon-pohon yang mulai
berbunga dengan warna dan bentuk yang belum pernah dijumpai di iklim tropis.
Terlebih lagi kami disambut dengan suara “assalamu’alaikum”
dari seorang berperawakan pendek bongsor dengan mata sipitnya yang
akhir-akhir ini saya ketahui sebagai chef di kantin kampus, Subhanalloh... ternyata
muslim lumayan banyak dinegeri komunis ini. Setelah turun dari bus kami
dikumpulkan dalam satu ruangan di dormitori kampus untuk melakukan check in dan
check ulang data kami untuk administrasi kampus bersama Mr. Thong dan Mss.
Rachel.
Suasana dormitori dan pemandangan di luar
Kenangan
di trafic light
Sejak perjalanan shanghai-yangzhou kami terselimuti decak
kagum akan kebesaran illahi dengan melihat ciptaanNya. Lelah dan letih masih
menyelimuti kami akan tetapi tidak menyurutkan semangat dan rasa keingintahuan
yang kuat, pagi-pagi sekali aku amati ramainya trafict light di samping kampus
yang katanya orang china sangat dekat padahal butuh waktu 15 menit jalan kaki.
Jalan yang lebar, jalur tengah yang terdiri dari 4 lajur digunakan untuk bus
dan mobil sedang disamping kiri dan
kanan untuk jalur sepeda dan trotoar untuk pejalan kaki. Terlihat sekali
perhatian pemerintah akan keselamatan warganya dengan memisahkan setiap
pengguna jalan meskipun pernah sekali kami menemukan kecelakaan akan tetapi
tidak begitu parah.
Situasi jalan di kota yangzhou
Rambu-rambu sangat dipatuhi meskipun tidak ada petugas,
bus selalu berhenti di halte, pejalan kaki dan pengguna jalan menyeberang di
tempat penyeberangan, pejalan kaki dan pesepeda memperhatikan lampu
penyeberangan diseberang jalan ataupun pengguna jalan lain mereka selalu
menunggu lampu hijau meskipun jalan sepi, semuanya serba tertib. Sangat sedikit
sekali sepeda motor, dalam kurun waktu 1,5 bulan kami di china hanya 2 kali
saya menemui sepeda motor selebihnya adalah sepeda dayung dan sepeda elektrik.
Setelah puas mengamati trafict light saya melanjutkan perjalanan mengelilingi
kampus. Setiap 2 km kami menemukan parkiran sepeda dayung warna merah di
trotoar yang terkunci rapi, kami perhatikan disana terdapat semacam pin dengan tertulis
aplikasi alipay, yang dikemudian hari kami ketahui penduduk china dapat memakai
sepeda tersebut dan mengembalikannya pada tempat parkir terdekat untuk 1 jam
pertama gratis dan selebihnya dikenakan biaya.
Persiapan jalan-jalan
dan situasi parkir sepeda layanan publik
Jajan
di pinggir jalan
Cukup beraneka ragam jenis makanan yang dijajakan dari
makanan ringan sampai makanan berat, disini benar-benar diuji kemampuan bahasa
karena tidak ada seorangpun dari pedagang yang mengerti bahasa inggris (untung sudah sedikit belajar, hehehe... )
kucoba nasi goreng yang terlihat familiar, harganya 7,5 yuan atau setara 15
ribu rupiah, ahh... rasanya sedikit aneh di lidah, mungkin ini karena pertama
kali ku merasakan masakan asli china, sangat berbeda dengan masakan china yang
ada di indonesia. Kucoba lagi tahu goreng dengan ditaburi bumbu dan cabe bubuk
diatasnya, hemmm... yummy... dengan
harga 1 yuan perpotong, meskipun terasa berbeda tetapi masih bisa diterima
lidahku, teksturnya lembut (mirip tahu
sumedang), di goreng lamapun tetap lembut baru kali ini merasakan masakan pedas.
ku coba juga roti panggang dengan isi kacang, lumayan dengan harga 1,5 yuan cukup mengganjal perut. Ada lagi pizza china (ahh entah pizza
atau martabak) penampilannya sangat menarik dengan harga yang lumayan murah
3,5 yuan atau setara 7 ribu rupiah. Ada duck and chicken roasting dan masih
banyak lagi yang sangat menggoda pandangan. Lumayan bersih, akan tetapi ada bau
tertentu yang selalu mengganggu panca inderaku,
kapanpun dan dimanapun, heghhh....
terlebih lagi bau duck roasting sangat mengganggu.
Roti
panggang
Makan
di warung muslim
Bagi yang muslim, ada beberapa rumah makan yang
menuliskan halal di depan warungnya meskipun harganya lebih mahal dibandingkan
dengan rumah makan china yang lainnya. Menu yang tertera selalu menggunakan
hanse (huruf china) ada beberapa
warung yang menyediakan gambar sehingga memudahkan warga asing memilih menu. Berbagai
olahan daging dan sayur tersedia disini, nasi putih sampai nasi goreng juga
tersedia. Penampilan resto di tiongkok sama seperti resto pada umumnya bangunan
tinggi berdinding kaca dihiasi ornamen-ornamen dan kaligrafi bernuansa timur
tengah, meskipun masih kental dengan budaya china.
Menu yang tertera pada kantin muslim
dan hasil terjemahan sendiri
Sepulang sholat jum’at kami berenam berencana mencari
restorant halal di sekitaran masjid dan akhirnya menemukan resto di dekat Dongguan
jie. Ketika masuk resto dan ingin mengambil tempat duduk si pelayan mendatangi
kami dan meminta kami naik di lantai 2, dan ternyata kami disediakan tempat VIP (wah
serasa naik levelnya, heheh....). kami memesan oseng daging kambing, soup
ikan kakap, soup ayam, sayur , nasi goreng hijau, lan zhou chao fan dan nasi
putih dengan porsi yang selalu besar (porsi
china) sangat nikmat sekali sangat familiar rasanya (bisa diulang ini lain waktu) lumayan murah pula cukup membayar 164
yuan atau setara 328 ribu rupiah. Ada
dua perbedaan yang saya dan teman-teman rasakan. pertama, tidak adanya minuman
air putih yang ada teh hijau tanpa gula dan semacam sup sebagai minuman.
perbedaan kedua yang sempat membuat saya bingung adalah tidak adanya sendok
makan. Hanya ada piring, garpu, sendok bubur dan tongkat kayu seukuran pensil (saya menyebutnya sumpit). Meski sering
kali belepotan tetapi pada akhirnya ludes semua makanan (Wow kenyang).
Suasana
restoran muslim
suasana masjid crane di yangzhou
Di malam harinya kami ingin mencoba sate
china kebetulan kami mendapat kenalan orang china dan ditraktir makan (namanya Hua Cheng berasal dari Tai Zhou
sampai kini sudah seperti family). Makan sate dan minum teh sambil bercerita
tentang bangsa masing-masing dengan harga 5 yuan pertusuk yang lumayan besar. Tumis
daging kambing dan paprika menambah kenikmatan dan kehangatan. Banyak
pengetahuan yang diceritakan oleh teman kami mulai dari kehidupan sosial sampai
kehidupan pribadinya. Untuk menjalin silaturahmi antar sesama muslim kami
mengundang mahasiswa muslim indonesia dari kampus lain untuk makan bersama
setiap sabtu malam sebelum kegiatan ngaji bersama.
Makan bersama mahasiswa indonesia dan teman-teman muslim
yang ada di Yangzhou sebelum kegiatan
ngaji bersama
Pendidikan
di china
Anak usia masuk sekolah dan jenjang sekolah mempunyai
persamaan dengan yang ada dinegara kita. Pre
kindern, primari school, junior and high school, and college akan tetapi
ada perbedaan dalam hal jam belajarnya. Rata-rata siswa sekolah di china pulang
lebih dari jam 8 malam bahkan menjelang ujian negara mereka pulang jam 9 atau
10 malam. Di pagi hari mulai jam 8 sampai jam 12 kegiatan belajar mengajar
bersama dengan guru, kemudian makan siang, setelah itu mereka belajar
berkelompok (tutor sebaya) dan pada malam harinya belajar sendiri-sendiri
tetapi masih tetap di areal sekolah. Kami mengunjungi suatu sekolah yang sangat
terkenal di propinsi yangzhou. Kami mendapat kesempatan melihat-lihat museum
sekolah yang berisi tentang foto-foto dan sejarah pendirian sekolah.
Di dampingi guide
kami mendapat penjelasan detil pendirian sekolah tersebut yang sudah berdiri
150 tahun yang lalu. Kami mendapat penjelasan juga dari kepala sekolah tentang
bagaimana input, biaya sekolah yag lumayan murah sekitar 750 yuan persemester
termasuk makan siang (pada senior high school) dan output siswanya
yang dituntut sangat bermutu, sistem jam belajar mengajarnya yang sangat
tinggi.
Kegiatan belajar mengajar di sekolah
yang kami kunjungi
dan foto bersama di satu sisi museum
Kami diijinkan untuk mengamati kegiatan belajar
mengajarnya di kelas, sistem belajar yang berpusat pada guru siswa mendapat
kesempatan jika ditunjuk dan kemudian mereka berdiri untuk menjawab, apabila
tidak bisa menjawab mereka tetap berdiri dan akan duduk jika dipersilahkan
duduk oleh guru. Kami melihat banyak buku dimeja dan dibawah meja siswa dan
yang lebih mengerankan lagi dari 49 siswa yang ada di kelas itu hanya 5 siswa
yang tidak memakai kacamata. Sempat saya bertanya kepada teman china, dia
menjelaskan bahwa mereka berkacamata karena efek terlalu banyak membaca dan
main game.
Hemat air
untuk anak cucu
Uahhhh... ngantuk masih menyelimuti kami meskipun jam sudah
menunjuk pukul 06.30, malam yang pendek dan tidur yang larut. Semua itu tak
menyurutkan semangat kami, bergegas kami mandi dengan air hangat sangat
menyegarkan fasilitas yang memadai dari dormitory membuat kami nyaman. Akan
tetapi ini berbeda dengan dormitory penduduk china, ada beberapa tipe dormitory
yang diperuntukkan penduduk china, sepengetahuan kami mahasiswa china tidak
diperbolehkan memasak sendiri sehingga makan di kantin.
Suasana
kantin kampus
Tidak ada pemanas air sehingga mahasiswa china butuh
antri untuk mendapatkan air panas, mandi hanya satu kali pada malam hari (entah ini kebiasaan atau kebijakan) bahkan
sering kali kami lihat mereka melewati dormitori kami untuk pergi mandi. Demikian juga untuk pakaian yang
dikenakan, kami sering mengamati baju yang dipakai si dosen dan teman kru
lainnya 2 hari baru ganti.
Semuanya serba hemat, buang air besar hanya dibersihkan
memakai tisu, pernah saya berkunjung ke rumah teman china, saya melihat closet
duduknya diberikan bantalan seperti busa empuk, disini terlihat sekali bahwa
mereka tidak menggunakan air setelah buang air besar. teman china kami pernah
bercerita tentang mengapa mereka menghemat air, mereka menghemat air untuk anak
cucu mereka. Termasuk penggunaan cadangan minyak bumi, mereka berpikir disaat
cadangan minyak bumi di negara lain sudah habis dan dunia membutuhkan minyak
bumi yang sangat besar maka china masih memilikinya. Pemakaian listrikpun
sangat hemat, Hampir di seluruh apartemen yang saya temui kondiisinya gelap
gulita pada malam hari, hanya terlihat terang di dalam ruangan-ruangan tertentu
saat kami berkunjung ke rumah teman china lampu pada koridor apartemennya baru menyala
saat kita menyentuh saklarnya dan mati secara otomatis beberapa detik kemudian.
Suasana apartemen penduduk china
Kegiatan
belajar mengajar di kampus
Pukul 07.30 waktu
yangzhou saatnya kita berangkat, dengan mengendarai sepeda dayung kami
berangkat dari dormitori ke kampus yang lumayan dekat kata orang china, butuh
waktu 15 menit. Pengajaran yang mengacu pada teacher center mengingatkan saya
pada pengalaman belajar 10 tahun silam, kami duduk manis dan mendengarkan guru
berusaha menerangkan denga maksimal. Kelas kami cukup besar menampung 40
mahasiswa. Perubahan tipe belajar seperti ini menyebabkan beberapa mahasiswa
merasa bosan, ada yang mulai menguap, asyik dengan kegiatan sendiri dan
lain-lain. Akan tetapi semua ini tidak berlangsung lama karena kami ingat tujuan kami ke negeri tirai bambu dalam
rangka menuntut ilmu.
Kegiatan belajar bahasa china
Pengalaman
naik bus
Setelah lelah berjalan kaki kami mencoba transportasi
yang sangat mudah digunakan disana yaitu bus dengan membayar 2 yuan sekali naik
jauh-dekat bahkan ada bus no 162 Cuma membayar 1 yuan. Tertib dan bersih kesan
pertama yang saya dapat. Semua penumpang menunggu di halte masuk dari pintu
depan dan turun dari pintu belakang (lebih
tepatnya ditengah). Mendahulukan penyandang disabilitas, orang tua, wanita
hamil, dan ada juga kursi khusus anak-anak.
Tanda halte dekat kampus, kode bus dan rutenya
Kebiasaan penduduk china mereka tidur lebih awal sekitar
pukul 9 malam dan bangun lebih awal sekitar jam 5 pagi, berbeda dengan kami
tidur jika sudah masuk jam 12 malam dan bangun jam 6 atau jam 7 pagi. Kebiasaan
tidur lebih awal ini menyebabkan tidak adanya aktifitas di malam hari, kota
semakin sepi jika sudah melewati pukul 9 malam, pernah sekali kami pulang dari
stasiun sekitar jam 8 malam, ternyata hanya dua bus saja yang masih beroperasi
yaitu no 88 dan 59 itupun bus terakhir (di
yangzhou).
Di dalam bus kota dan tiket bus antar kota
Untuk penumpang antar kota perlu membeli tiket terlebih
dahulu. Tiket bisa di dapat langsung sebelum keberangkatan atau beberapa waktu
sebelumnya. Bus antar kota berangkat dari terminal dan berhenti di terminal
tujuan waktu berhenti maksimal hanya 10 menit di terminal transit, bus tidak
bisa berhenti seenaknya di sembarang tempat. Ketertiban sangat dijaga, budaya
antri sangat tertib, kami tidak menemui pertengkaran karena perebutan antrian
meskipun sangat ramai sekali. Lagi-lagi bahasa sangat diperlukan sehingga saya
harus banyak belajar terlebih lagi dalam membeli online, kita harus bisa
membaca huruf hanse dan memilih tombol menu yang dibutuhkan. Tanggal 8 juni
2016 perjalanan yang betul-betul memberikan banyak pengalaman. Saya berencana
menjemput istri yang datang ke shanghai. Saya memesan tiket bus
yangzhou-shanghai dengan harga 100 yuan. Bus berangkat pukul 5 sore dan akan
tiba diterminal shanghai pukul 10 malam.
Pengalaman
naik subway
Ada hal yang tak terperhitungkan dari perjalanan kami
dari yangzhou ke shanghai bahwa terminal terakhir ke bandara pudhong masih
sangat jauh. Terminal bus berada ditengah kota shanghai sedangkan bandara
berada diujung tenggara kota shanghai. Jarak ini dapat ditempuh dengan
menggunakan subway line 2 akan tetapi subway line 2 pada pukul 10 sudah
berakhir dan subway line yang lain berakhir pada pukul 11 malam, wahhh...
belajar dan harus benar dalam waktu 1 jam harus sampai ke pudhong airport bagaimana
membeli tiket, menentukan tujuan dan
cara naiknya akhirnya dengan memahami peta di stasiun dan aplikasi subway pada
android dengan lari-lari kecil harus saya lakukan. Pada stasiun subway terdekat
hanya ada line 3 dan 4. Saya memilih line 4 menuju longyang road dengan membayar 4 yuan kemudian berpindah ke
line 6 untuk mencari jarak terdekat dan berencana pindah ke line 7 akan tetapi
sesampai di perpindahan kereta ke line 7 waktu sudah habis. Tidak ada pilihan
lain kecuali naik taksi, dengan tawar menawar didapat kesepakatan 150 yuan ke
bandara. Tepat pukul 12 malam saya tiba di bandara.
Ditolak hotel
Semua rencana perjalanan esok hari sudah tersusun rapi,
pagi ke stasiun untuk beli tiket kereta cepat ke zhenjiang (kota terdekat dengan yangzhou yang dilalui kereta cepat). Siang
mencari hotel dan sore ke pearl tower, nanjing road dan the bund. Dengan
menggunakan subway line 2 kami meninggalkan pudhong airport ke shanghai railway
stasiun. Lagi-lagi tidak teliti dengan peta dan informasi di kereta bahwa untuk
melanjutkan perjalanan harus berpindah kereta meskipun sesama line 2. Dengan
santainya kita ngobrol tanpa memperhatikan arah kereta, setelah sadar ternyata
kereta kembali lagi di bandara. Uffttt waktu
terbuang sisa-sia .... dengan terpaksa kita harus melewati jalur line 2
tiga kali untuk sampai ke shanghai
railway stasiun. Dengan sedikit kesulitan bahasa kami membeli tiket kereta
shanghai-zhenjiang dengan harga 98 yuan perorang. Satu target sudah
terselesaikan, target berikutnya adalah mencari hotel.
shanghai railway
station
Saya mendapat rekomendasi dari teman bahwa green hotel
atau 7 days dapat menerima orang asing dengan harga yang lumayan murah, akan
tetapi yang kami temui adalah penolakan dengan alasan bahwa hotel tersebut
hanya menerima orang china. Termasuk juga hotel 168 dan jinjiang inn juga
menolak kami, setelah cukup lama dan mengingat waktu sudah menjelang sore kami
memutuskan untuk mencari hotel di dekat the bund dan akhirnya menemukan hotel yang dapat menerima kami dengan harga
370 yuan permalam dan fasilitas yang sangat bagus.
Jalanan shanghai di malam hari
Setelah meletakkan barang kami berangkat ke pearl tower
and the bund tak lupa kami membawa kartu nama hotel untuk jaga-jaga apabila
kami lupa route jalan pulang. Dan ternyata benar “we are missing” kami tunjukkan kartu nama tersebut kepada supir
taksi dan mengangguk bahwa dia mengerti akan tetapi kami di bawa ke tempat yang
salah kami dibawa kembali ke tempat dimana kami berada sebelumnya setelah
ditanya betul-betul ternyata dia tidak dapat membaca huruf hanse, (ahhhh... orang china macam apa tidak bisa
baca tulisannya sendiri) akhirnya kami menghubungi nomor yang tertera pada
kartu nama dan meminta pak supir untuk berbicara dengan resepsionis hotel, dan
dia mengetahui dimana hotel kami dengan membayar 30 yuan.
Perjalanan
ke beijing
Shanghai-Zhenjiang ditempuh selama 1 jam. Sesampai di Zhenjiang
lumayan masih pagi, terminal masih sepi hanya ada beberapa petugas di tempat
pengecekan tiket. Lagi-lagi saya harus berjuang membeli tiket online dengan
tulisan china, setelah berupaya maksimal akhirnya saya dapatkan tiket bus Zhenjiang-Yangzhou
dengan harga 18 yuan. Perjalanan 1 jam tak terasa melewati pedesaan, dikiri dan
kanan diapit pemandangan yang sangat indah. Sesampai di Yangzhou kami
meletakkan sebagian barang bawaan kami, dan akan melanjutkan perjalanan ke
beijing.
Shanghai
railway station sebelum perjalanan menuju Zhenjiang
Tiket kereta Yangzhou-Beijing sudah dipesan beberapa hari
sebelumnya dengan harga 270 yuan untuk kereta dengan bed, pengalaman pertama
kali untuk tidur didalam kereta apalagi kami mendapatkan bed paling atas
sehingga butuh waktu untuk adaptasi.
Saat berada di kereta, bed atas (kiri)
dan bawah (kanan)
Perjalanan 10 jam tak terasa (karena tidur terlelap hehe...) kereta tiba tepat waktu sesuai
jadwal pukul 07.54 waktu beijing. Setiba di stasiun target berikutnya adalah
mencari tiket ke badaling menurut info yang saya ketahui saya harus mencari
tiket tipe S2, setelah saya menemukan loket dimana tiket S2 di jual ternyata
tiket sudah terjual habis, loket akan dibuka lagi pukul 13.00 waktu beijing. Wah... waktu bakal habis sia-sia ini.
Ternyata ada alternatif lain untuk sampai ke badaling kami dapat menggunakan
subway line 2. Setelah cukup lama mencari kami temukan loket subway line 2,
saya sampaikan tujuan kami dan petugas memberikan ticket kereta
Beijing-Badaling pulang pergi seharga 50 yuan.
Tiket
kereta ke badaling, ticket masuk great wall dan
Suasana dalam kereta ke badaling
dengan teman china
Waktu keberangkatan masih 30 menit lagi, budaya antri
lumayan tidak tertib disini, terlebih lagi ada porter (pengangkut barang) yang dapat menerobos antrian. Sempat saya
bertanya kepada teman china yang kebetulan bertemu dan membantu kami, dia
menjelaskan jika nanti pintu di buka kita harus lari ke kereta untuk
mendapatkan tempat duduk, siapa yang cepat dia dapat, (wow.... memang tidak ada no tempat duduk yang tertera dalam ticket). Dengan
nafas terengah-engah kami dapatkan tempat duduk, terlihat di belakang kami
masih banyak penumpang lain yang berdiri. Kereta lumayan luas, tempat duduk
yang nyaman, jarak antara tempat duduk sangat renggang sehingga kami dapat
meluruskan kaki dengan leluasa. Perjalanan 2 jam sangat mengasyikkan, di kanan
dan kiri diapit sawah dan pegunungan yang menjulang khas pegunungan china.
Sesampai di badaling kami diantar bus ke great wall
gratis. Saya lihat loket lumayan panjang antriannya, dengan mengeluarkan uang
160 yuan kami dapatkan tiket masuk greatwall (60 yuan) dan tiket gondola
naik-turun (100 yuan). Kami sebagai pelajar di china mendapat prioritas khusus,
apabila menggunakan kartu pelajar yang dikeluarkan kampus maka ada potongan 50%
di seluruh tempat wisata di china, jika menggunakan kartu pelajar mirip paspor
yang diakui pemerintah china (xue shen
cheng) dan citizen card maka gratis dalam satu tahun untuk 8-20 tempat
wisata di china cukup dengan mendaftar di loket tertentu dengan mengeluarkan
biaya 150-200 Yuan.
Xue
shen cheng dan petunjuk untuk mendapatkan citizen card
Menyempatkan
diri ke Taizhou
Tanggal 17 Juni 2016 adalah hari terakhir perkuliahan.
Masih ada 1 hari waktu tersisa, hal ini tidak boleh disia-siakan kami sempatkan
pergi ke Taizhou berkunjung ke rumah salah satu teman china. Perjalanan 1 jam
Yangzhou-Taizhou menggunakan bus. Setiba di Taizhou kami disambut hangat oleh
keluarga mereka, diajak makan, ngobrol, main musik dan bernyanyi bersama.
Saat makan bersama dengan keluarga
baru dari taizhou
Kesan
terakhir
Perjalanan
di Tiongkok sudah berakhir akan tetapi masih banyak cerita yang perlu diungkap,
sisi baik dan juga sisi yang kurang baiknya perlu kiranya untuk dibagi. Bagian
akhir Catatan Perjalanan ini akan mengungkap hal-hal yang belum terekam di bagian
sebelumnya.
Sebenarnya,
bandara kita yang telah berlabel Internasional, seperti Juanda tidak kalah
bersaing dengan bandara sekelasnya di Tiongkok. Sama-sama bersih, juga
sama-sama canggih. Meski demikian menurut pengamatan saya ada sejumlah perbedaan
yang cukup menarik untuk diulas khususnya kepada para calon penumpang pesawat.
Soal
kebersihan, kita masih bisa mengalahkan orang Tiongkok bahkan menurut saya
tiongkok adalah kota yang bersih tetapi kumuh. Bau yang mengganggu selalu
tercium dimana-mana. Demikian juga kebiasaan penduduknya dalam meludah di
sembarang tempat. Sering kali terdengar suara mulut “khaaak...” dimana-mana.
Tidak hanya di kamar kecil, pintu masuk pesawatpun tak luput dari ciri khas itu
bahkan di ruang tunggu. Saya sempat berfikir, andai saja hal itu terjadi di
Indonesia, pasti orang semacam itu akan sering menerima hadiah ‘bogem mentah’
dari siapapun yang ada di sekitarnya. Ironisnya, hal itu juga terjadi di dalam pesawat
dan berlanjut ke bandara tujuan.
Masalah
ketertiban, tampaknya kita masih saja lebih unggul daripada mereka. Ketika pesawat yang saya tumpangi baru saja
mendarat di bandara Pu Dong, Shanghai, terdengarlah pengumuman bahwa pesawat
telah mendarat dan akan berhenti di tempat yang sudah ditentukan. Saat itulah
banyak diantara warga Tiongkok yang
memilih langsung berdiri. Beberapa diantara mereka bahkan terlihat menurunkan
barang dari bagasi di atas tempat duduknya. Padahal secara teknis hal itu tidak
diperbolehkan sebelum pesawat benar-benar berhenti. Mereka baru duduk kembali
setelah salah satu pramugari menyuruh mereka untuk duduk kembali dengan nada
tinggi.
Dalam hal
ketertiban di jalan, untuk mobil lumayan tertib akan tetapi masih banyak sekali
pesepeda yang melanggar rambu-rambu, melawan arus berhenti seenaknya tanpa
memperhatikan yang dibelakang.
Di dalam
toilet, untuk Anda yang tidak terbiasa dengan toilet kering, sebaiknya selalu
menyediakan botol air mineral di dalam tas seperti yang kami lakukan. Jika
perlu sekalian masker untuk menutup hidung. Begitu masuk toilet, kesan pertama
yang akan muncul adalah bersih, kering, tetapi menusuk hidung. Dimanapun
toiletnya, kesan yang dihasilkan selalu sama karena petugas kebersihan hanya
bekerja menjelang toilet tutup pada pukul 21.30. Selepas dari toilet, Penggunaan
air semuanya menggunakan sensor panas tubuh. Misalnya menggunakan air di
watafel dengan mendekatkan telapak tangan pada ujung kran maka air mengalir
dengan sendirinya. Di toilet sebaliknya jika kita meninggalkan ruang toilet
maka air akan mengalir membawa sampah kita. Anda tidak akan menemui kotak
sumbangan kebersihan karena semua sudah diurus pemerintah.
Pembatasan
terhadap jumlah anak dalam satu keluarga merupakan hal yang lumrah sehingga
aborsi adalah hal yang wajar. Bahkan beberapa resto menyediakan sup janin bayi.
Akan tetapi saat ini kebijakan pemerintah tiongkok sudah memperbolehkan
penduduknya mempunyai 2 anak. Paham patrialis membuat penduduk china memilih
anak laki-laki dan melakuka aborsi jika diketahui anak yang dikandung adalah
anak perempuan. Mengetahui hal ini pemerintah melarang wanita hamil memeriksakan
kehamilannya menggunakan USG, kecuali ada hal yang sangat diperlukan seperti
keadaan darurat.
Penggunaan
ponsel, seperti yang ada dinegara kita, untuk dapat menggunakan ponsel kita
bisa membeli kartu perdana china mobile dengan harga 50 yuan untuk paket 2G
dalam satu bulan. Ada pengalaman menarik yang saya alami. Penggunaan data 2G
habis dalam 2 minggu karena sering memakai video call dengan keluarga di rumah.
Pulsa mengalami negatif 11.85 yuan. Pulsa
negatif ini akan memotong nilai pembelian pulsa berikutnya. Saya berencana
membeli paket data, ternyata di tolak oleh pihak counter dengan mengatakan
bahwa jatah anda bulan ini sudah habis jika anda mau membeli hanya mendapatkan
300M dengan harga 30 Yuan. Dengan terpaksa saya membeli paket tersebut, akan
tetapi dalam pemakaian 1 hari data tersebut habis. Saya ceritakan pengalaman
ini kepada teman china, dia bersedia membantu dan akhirnya kami dapatkan
gratisan data 300M dengan membeli pulsa 100 yuan. Untuk pemakaian data
berikutnya setelah data habis maka akan memotong nilai pulsa tersebut 10 yuan
untuk 100M dan kelipatannya.
Pemakaian
wifi, untuk dapat memakai wifi di kampus ataupun di dormitori kami harus
membayar 4,5 yuan untuk pemakaian 1 jam. Ada juga wifi dari china mobile dengan
tarif yang sama. Tidah ada yang gratis di china semua serba diatur termasuk
hujan seperti diatur pula, seperti yang kami alami selama 1,5 bulan di yangzhou
hujan turun setiap hari sabtu dan minggu sehari penuh. (mungkin hanya kebetulan saja).
ini hanya sepenggal kisah perjalanku dan istriku di negeri tiongkok, maaf jika ada kalimat yang tidak berkenan, kami hanya mengungkap apa yang kami ketahui dan kami rasakan.
tunggu kisah kami selanjutnya, love you mama,