Selasa, 02 Agustus 2016

jalan-jalan ke china



 

          Persiapan ke negeri china
 “Tuntutlah ilmu sampai ke negeri china” ahh, ternyata bukan mimpi. Tanggal 22 maret 2016 kami para ketua kelas mendapat info dari bu elfin (staf TU yang biasa membantu para mahasiswa ) beliau menginformasikan untuk segera mengirimkan email ke prof. Siusana terkait dengan persiapan studi kami ke China. Para mahasiswa dihimbau untuk segera membuat paspor. Pengurusan paspor diserahkan langsung kepada mahasiswa. kami mencari info ke kantor imigrasi terdekat, saya mengurus paspor di kabupaten jember kebetulan kantor imigrasinya dekat sehingga lebih mudah bolak-balik, karena dibutuhkan minimal dua kali bolak balik.
Datang pertama untuk pendaftaran, melengkapi berkas foto dan wawancara. Perlu diketahui teman-teman yang mau mengurus paspor bahwa data yang ada di ijazah, KTP, kartu keluarga dan buku nikah (bagi yang jomblo gak perlu, hiihii...) harus sesuai, apabila ada perbedaan satu huruf saja bakal ruwet urusannya, setelah lengkap dan tidak ada masalah kemudian foto dan wawancara . Biaya administrasi dibayarkan di bank BNI kebetulan bank tersebut yang menangani saat itu membayar Rp.355.000,- untuk paspor dan Rp 5.000,- untuk administrasi bank, sehingga total Rp.360.000,-.
Datang yang kedua kali untuk pengambilan paspor yang sudah jadi dibutuhkan jeda waktu sekitar 3 hari terhitung dari waktu pendaftaran. Sangat mudah di kabupatenku tetapi di kabupaten lain seperti malang dan surabaya tidak semudah itu karena sangat banyak yang membutuhkan sehingga perlu antri bahkan mereka rela datang jam 5 pagi untuk dapatkan jatah paspor pada hari itu (ckckck.... kapan birokrasi indonesia suip untuk rakyatnya). Ahh gak perlu protes kita generasi muda yang harus bisa perbaiki.
Setelah paspor selesai kami menunggu surat penerimaan kami dari china atau letter admission sehingga dalam pengurusan visa nantinya kami menggunakan visa x atau visa pelajar. Lagi-lagi ini merupakan pengalaman baru bagi kami yang masih mau pertama kali keluar negeri, rasa penasaran kami lebih tinggi dari pengetahuan kami (hehe..) tepatnya taggal 18 April 2016 disela-sela padatnya jadwal kuliah, kami berenam :Irwan, Fikri, Bayu, Tofan, Yayon, dan aku sendiri berangkat ke surabaya dengan dua tujuan yaitu mencari info membuat visa dan mencari tiket. Kami berangkat setelah perkuliahan dengan perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 3 jam (malang-surabaya) dan akhirnya dengan bantuan google map kami temukan konsulat jenderal (konjen) china di Surabaya akan tetapi menurut security yang bertugas waktu itu mengatakan bahwa pengurusan visa sudah dialihkan ke pihak kedua semacam agen yang terletak di spasio yang di konjen hanya mengurus warga china yang ada di indo atau orang indo yang mau menikah dengan zhong guo ren (orang china,red). Wah,  jarak konjen dengan spasio cukup memakan waktu 1 jam sedangkan waktu itu jam ditangan sudah menunjuk pukul 15.30 WIB maka bisa dipastikan sampai tempat kantor sudah tutup. Akan tetapi hal ini adalah pelajaran dan pengalaman yang tidak semua mahasiswa bisa dapatkan.
Setelah badan terasa lelah kami singgah di rumah teman dan kebetulan Bapak dari teman kami bekerja di agen penjualan tiket, kami diajak ke kantornya dan disambut oleh resepsionis cantik yang pada akhirnya menjadi pasangan teman saya (wah kalo sudah rejeki gak akan kemana, hehe....). kami meminta di carikan tiket promo yang lumayan murah Surabaya-Shanghai pulang-pergi. Malam itu juga kami dapatkan tiket dengan harga yang lumayan murah sekitar Rp.6,5 Juta akan tetapi tiket ini hanya untuk 9 orang sedangkan grup kami ada 40 orang maka kami putuskan untuk mencari tiket untuk 40 orang. Si mbak juga mengatakan kalo tiket promo hanya untuk beberapa orang saja jika memakai tiket group maka ada semacam cas sehingga harganya menjadi lumayan mahal. Teman lain mencoba tiket group 40 orang dengan harga lumayan Rp.8,4 juta sedangkan jatah dari pemprov jatim hanya Rp.8 Juta untuk paspor, visa dan tiket. Kami harus memutar otak agar tiket tidak melebihi budget . Kami satu kelompok setelah berunding dengan teman kelas yang lain akhirnya memutuskan memakai 2 kali penerbangan dengan mendapatkan harga rata-rata Rp. 7,25 Juta per orang termasuk makan. Lagi-lagi tuhan memberikan pelajaran kepada kami, karena mengharap tiket dengan harga murah si mbak tidak teliti dengan transitnya dimana sehingga ada 6 teman kami yang berbeda transit, mereka transit di bangkok sedangkan yang lain transit di kuala lumpur. Akan tetapi dengan berunding yang sangat kuat akhirnya hal ini dapat diatasi meski si agen harus membayar pinalty. Tiket sudah teratasi tiba saatnya mengurus visa dengan membawa kelengkapan berkas yaitu surat penerimaan kami dari china, form aplikasi, foto dan paspor pada tanggal 28 April 2016 kami berangkat ke spasio, alhamdulillah dengan tim yang solid visa dapat teratasi dengan mudah. Persiapan sudah selesai selanjutnya menunggu tanggal keberangkatan.
           Transit di Malaysia
“Bulan mei kutunggu kehadiranmu” itulah kata yang berada dibenak setiap mahasiswa pascasarjana Universitas Negeri Malang kerjasama pemprov jawa timur angkatan 2014. Setelah menempuh tiga semester di Universitas Negeri Malang kini saatnya para mahasiswa menempuh beberapa mata kuliah di negeri yang terkenal dengan sebutan negeri tirai bambu, mengasah kemampuan dengan suasana yang berbeda, membuka wawasan intelektual, emosional, spiritual, sosial dan mengenal china dari berbagai sisi. Ini merupakan pengalaman yang sangat berharga terutama bagiku dan teman-teman satu geng (... ihh satu geng kayak ABG aje). Tanggal 05 Mei 2016 Pesawat take off pukul 05.30 WIB, perjalanan surabaya-kuala lumpur ditempuh 3 jam. Waktu transit yang cukup lama sekitar 10 jam terasa membosankan, untuk mengatasi ini kami berunding untuk jalan-jalan keliling malaysia. Ada dua pilihan jika anda mau keliling malaysia yaitu dengan menggunakan kereta KLIA atau dengan taksi. Kereta KLIA akan menuju Kuala lumpur center (dengan tarif 50 ringgit sekali jalan) setelah itu dapat menempuh tempat wisata yang ada dengan menggunakan taksi jika anda sendiri atau hanya beberapa orang saja fasilitas ini cukup membantu.

 
Rapat koordinasi memanfaatkan waktu transit dan jajanan dimalaysia

Lagi-lagi rasa penasaran kami melebihi segalanya kami selalu mencoba hal-hal baru. Kami menuju pintu keluar bandara, di tempat ini banyak sekali sopir taksi yang menawarkan jasanya. Dengan tawar menawar didapat kesepakatan harga 600 ringgit untuk satu taksi dengan isi 7 orang untuk 3 tempat wisata, akhirnya kami memutuskan memakai taksi. Wah lumayan panas, perjalanan di tengah hari dan macet,( heeeghhgh). Tapi lumayanlah bisa menginjakkan kaki di malaysia.
          Kesan pertama memasuki udara tiongkok
Rasa was-was menerpa kami, petir menyambar tiada henti dan pesawat mengalami turbulensi, getaran pesawat terasa sangat kuat, hanya berdoa pada tuhan dan pasrahkan pesawat ini pada sang kapten. Setelah 6 jam perjalanan akhirnya kami tiba di pudhong airport waktu menunjukkan pukul 00.30 waktu shanghai. Setelah melewati proses imigrasi kami keluar kearah penjemputan disana kami disambut para volunter dari yangzhou university yang terdiri dari dua orang cewek dan 1 orang cowok, hanya satu yang lumayan memahami bahasa inggris. Kami di himbau untuk istirahat sambil menunggu jam 05.00 waktu shanghai.
Saat yang di tunggu telah tiba udara yang sejuk berkabut menyelimuti kami, perjalanan yang pajang tidak terasa melelahkan, rasa kagum akan ciptaan yang maha kuasa akan alam yang benar-benar berbeda terlihat dari bentuk dan warna daun tanaman di kanan dan kiri jalan, terlebih lagi matahari yang enggan muncul seharian bahkan hampir 1,5 bulan kami di yangzhoupun hanya beberapa hari saja matahari muncul spenuhnya (maklum peralihan dari musim dingin ke summer). Gedung-gedung menjulang tinggi, jalan-jalan yang lumayan lebar dan sepinya kendaraan menambah kagum kami.
   
Jalanan shanghai di pagi hari
Kebijakan pemerintah dengan membatasi kendaraan pribadi dengan pajak yang tinggi, dan fasilitas umum yang cukup nyaman membuat negeri ini terkesan tertib bebas dari kemacetan. Perjalanan 5 jam akan kami tempuh shanghai-yangzhou. Pernah saya bertanya berapa jarak shanghai-yangzhou mereka tidak tahu pasti, untuk mengetahuinya sesekali saya mengintip speedometer yang sering menujuk angka 110 km/jam. Bisa diperkirakan apabila perjalanan 5 jam dengan kecepatan rata-rata100 km/jam maka jarak yang ditempuh adalah 500 km. Wow....
Jam berdering menandakan pukul 10.00 waktu yangzhou tepat kami memasuki gerbang kampus, “kesan pertama begitu menggoda” rasa penasaran dan kagum tidak pernah ada habisnya, dengan melihat pohon-pohon yang mulai berbunga dengan warna dan bentuk yang belum pernah dijumpai di iklim tropis. Terlebih lagi kami disambut dengan suara “assalamu’alaikum” dari seorang berperawakan pendek bongsor dengan mata sipitnya yang akhir-akhir ini saya ketahui sebagai chef di kantin kampus, Subhanalloh... ternyata muslim lumayan banyak dinegeri komunis ini. Setelah turun dari bus kami dikumpulkan dalam satu ruangan di dormitori kampus untuk melakukan check in dan check ulang data kami untuk administrasi kampus bersama Mr. Thong dan Mss. Rachel. 
Suasana dormitori dan pemandangan di luar

          Kenangan di trafic light
Sejak perjalanan shanghai-yangzhou kami terselimuti decak kagum akan kebesaran illahi dengan melihat ciptaanNya. Lelah dan letih masih menyelimuti kami akan tetapi tidak menyurutkan semangat dan rasa keingintahuan yang kuat, pagi-pagi sekali aku amati ramainya trafict light di samping kampus yang katanya orang china sangat dekat padahal butuh waktu 15 menit jalan kaki. Jalan yang lebar, jalur tengah yang terdiri dari 4 lajur digunakan untuk bus dan mobil  sedang disamping kiri dan kanan untuk jalur sepeda dan trotoar untuk pejalan kaki. Terlihat sekali perhatian pemerintah akan keselamatan warganya dengan memisahkan setiap pengguna jalan meskipun pernah sekali kami menemukan kecelakaan akan tetapi tidak begitu parah. 
 
Situasi jalan di kota yangzhou

Rambu-rambu sangat dipatuhi meskipun tidak ada petugas, bus selalu berhenti di halte, pejalan kaki dan pengguna jalan menyeberang di tempat penyeberangan, pejalan kaki dan pesepeda memperhatikan lampu penyeberangan diseberang jalan ataupun pengguna jalan lain mereka selalu menunggu lampu hijau meskipun jalan sepi, semuanya serba tertib. Sangat sedikit sekali sepeda motor, dalam kurun waktu 1,5 bulan kami di china hanya 2 kali saya menemui sepeda motor selebihnya adalah sepeda dayung dan sepeda elektrik. Setelah puas mengamati trafict light saya melanjutkan perjalanan mengelilingi kampus. Setiap 2 km kami menemukan parkiran sepeda dayung warna merah di trotoar yang terkunci rapi, kami perhatikan disana terdapat semacam pin dengan tertulis aplikasi alipay, yang dikemudian hari kami ketahui penduduk china dapat memakai sepeda tersebut dan mengembalikannya pada tempat parkir terdekat untuk 1 jam pertama gratis dan selebihnya dikenakan biaya.

 
Persiapan  jalan-jalan dan situasi parkir sepeda layanan publik

           
            Jajan di pinggir jalan
Cukup beraneka ragam jenis makanan yang dijajakan dari makanan ringan sampai makanan berat, disini benar-benar diuji kemampuan bahasa karena tidak ada seorangpun dari pedagang yang mengerti bahasa inggris (untung sudah sedikit belajar, hehehe... ) kucoba nasi goreng yang terlihat familiar, harganya 7,5 yuan atau setara 15 ribu rupiah, ahh... rasanya sedikit aneh di lidah, mungkin ini karena pertama kali ku merasakan masakan asli china, sangat berbeda dengan masakan china yang ada di indonesia. Kucoba lagi tahu goreng dengan ditaburi bumbu dan cabe bubuk diatasnya, hemmm... yummy... dengan harga 1 yuan perpotong, meskipun terasa berbeda tetapi masih bisa diterima lidahku, teksturnya lembut (mirip tahu sumedang), di goreng lamapun tetap lembut baru kali ini merasakan masakan pedas. ku coba juga roti panggang dengan isi kacang, lumayan dengan harga 1,5 yuan cukup mengganjal perut. Ada lagi pizza china (ahh entah pizza atau martabak) penampilannya sangat menarik dengan harga yang lumayan murah 3,5 yuan atau setara 7 ribu rupiah. Ada duck and chicken roasting dan masih banyak lagi yang sangat menggoda pandangan. Lumayan bersih, akan tetapi ada bau tertentu yang selalu mengganggu panca inderaku,  kapanpun dan dimanapun, heghhh.... terlebih lagi bau duck roasting sangat mengganggu.
 
Roti panggang

             Makan di warung muslim
Bagi yang muslim, ada beberapa rumah makan yang menuliskan halal di depan warungnya meskipun harganya lebih mahal dibandingkan dengan rumah makan china yang lainnya. Menu yang tertera selalu menggunakan hanse (huruf china) ada beberapa warung yang menyediakan gambar sehingga memudahkan warga asing memilih menu. Berbagai olahan daging dan sayur tersedia disini, nasi putih sampai nasi goreng juga tersedia. Penampilan resto di tiongkok sama seperti resto pada umumnya bangunan tinggi berdinding kaca dihiasi ornamen-ornamen dan kaligrafi bernuansa timur tengah, meskipun masih kental dengan budaya china.
 
Menu yang tertera pada kantin muslim dan hasil terjemahan sendiri

Sepulang sholat jum’at kami berenam berencana mencari restorant halal di sekitaran masjid dan akhirnya menemukan resto di dekat Dongguan jie. Ketika masuk resto dan ingin mengambil tempat duduk si pelayan mendatangi kami dan meminta kami naik di lantai 2, dan ternyata kami disediakan tempat VIP (wah serasa naik levelnya, heheh....). kami memesan oseng daging kambing, soup ikan kakap, soup ayam, sayur , nasi goreng hijau, lan zhou chao fan dan nasi putih dengan porsi yang selalu besar (porsi china) sangat nikmat sekali sangat familiar rasanya (bisa diulang ini lain waktu) lumayan murah pula cukup membayar 164 yuan atau setara 328 ribu rupiah. Ada dua perbedaan yang saya dan teman-teman rasakan. pertama, tidak adanya minuman air putih yang ada teh hijau tanpa gula dan semacam sup sebagai minuman. perbedaan kedua yang sempat membuat saya bingung adalah tidak adanya sendok makan. Hanya ada piring, garpu, sendok bubur dan tongkat kayu seukuran pensil (saya menyebutnya sumpit). Meski sering kali belepotan tetapi pada akhirnya ludes semua makanan (Wow kenyang). 
 
Suasana restoran muslim

  
 
suasana masjid crane di yangzhou 

Di malam harinya kami ingin mencoba sate china kebetulan kami mendapat kenalan orang china dan ditraktir makan (namanya Hua Cheng berasal dari Tai Zhou sampai kini sudah  seperti family).  Makan sate dan minum teh sambil bercerita tentang bangsa masing-masing dengan harga 5 yuan pertusuk yang lumayan besar. Tumis daging kambing dan paprika menambah kenikmatan dan kehangatan. Banyak pengetahuan yang diceritakan oleh teman kami mulai dari kehidupan sosial sampai kehidupan pribadinya. Untuk menjalin silaturahmi antar sesama muslim kami mengundang mahasiswa muslim indonesia dari kampus lain untuk makan bersama setiap sabtu malam sebelum kegiatan ngaji bersama.
 
Makan bersama mahasiswa indonesia dan teman-teman muslim
yang ada di Yangzhou sebelum kegiatan ngaji bersama

           Pendidikan di china
Anak usia masuk sekolah dan jenjang sekolah mempunyai persamaan dengan yang ada dinegara kita. Pre kindern, primari school, junior and high school, and college akan tetapi ada perbedaan dalam hal jam belajarnya. Rata-rata siswa sekolah di china pulang lebih dari jam 8 malam bahkan menjelang ujian negara mereka pulang jam 9 atau 10 malam. Di pagi hari mulai jam 8 sampai jam 12 kegiatan belajar mengajar bersama dengan guru, kemudian makan siang, setelah itu mereka belajar berkelompok (tutor sebaya) dan pada malam harinya belajar sendiri-sendiri tetapi masih tetap di areal sekolah. Kami mengunjungi suatu sekolah yang sangat terkenal di propinsi yangzhou. Kami mendapat kesempatan melihat-lihat museum sekolah yang berisi tentang foto-foto dan sejarah pendirian sekolah.
Di dampingi guide kami mendapat penjelasan detil pendirian sekolah tersebut yang sudah berdiri 150 tahun yang lalu. Kami mendapat penjelasan juga dari kepala sekolah tentang bagaimana input, biaya sekolah yag lumayan murah sekitar 750 yuan persemester termasuk makan siang (pada senior high school) dan output siswanya yang dituntut sangat bermutu, sistem jam belajar mengajarnya yang sangat tinggi.
 
Kegiatan belajar mengajar di sekolah yang kami kunjungi

dan foto bersama di satu sisi museum

Kami diijinkan untuk mengamati kegiatan belajar mengajarnya di kelas, sistem belajar yang berpusat pada guru siswa mendapat kesempatan jika ditunjuk dan kemudian mereka berdiri untuk menjawab, apabila tidak bisa menjawab mereka tetap berdiri dan akan duduk jika dipersilahkan duduk oleh guru. Kami melihat banyak buku dimeja dan dibawah meja siswa dan yang lebih mengerankan lagi dari 49 siswa yang ada di kelas itu hanya 5 siswa yang tidak memakai kacamata. Sempat saya bertanya kepada teman china, dia menjelaskan bahwa mereka berkacamata karena efek terlalu banyak membaca dan main game.

             Hemat air untuk anak cucu
Uahhhh... ngantuk masih menyelimuti kami meskipun jam sudah menunjuk pukul 06.30, malam yang pendek dan tidur yang larut. Semua itu tak menyurutkan semangat kami, bergegas kami mandi dengan air hangat sangat menyegarkan fasilitas yang memadai dari dormitory membuat kami nyaman. Akan tetapi ini berbeda dengan dormitory penduduk china, ada beberapa tipe dormitory yang diperuntukkan penduduk china, sepengetahuan kami mahasiswa china tidak diperbolehkan memasak sendiri sehingga makan di kantin.
 
Suasana kantin kampus

Tidak ada pemanas air sehingga mahasiswa china butuh antri untuk mendapatkan air panas, mandi hanya satu kali pada malam hari (entah ini kebiasaan atau kebijakan) bahkan sering kali kami lihat mereka melewati dormitori kami untuk pergi mandi. Demikian juga untuk pakaian yang dikenakan, kami sering mengamati baju yang dipakai si dosen dan teman kru lainnya 2 hari baru ganti.
Semuanya serba hemat, buang air besar hanya dibersihkan memakai tisu, pernah saya berkunjung ke rumah teman china, saya melihat closet duduknya diberikan bantalan seperti busa empuk, disini terlihat sekali bahwa mereka tidak menggunakan air setelah buang air besar. teman china kami pernah bercerita tentang mengapa mereka menghemat air, mereka menghemat air untuk anak cucu mereka. Termasuk penggunaan cadangan minyak bumi, mereka berpikir disaat cadangan minyak bumi di negara lain sudah habis dan dunia membutuhkan minyak bumi yang sangat besar maka china masih memilikinya. Pemakaian listrikpun sangat hemat, Hampir di seluruh apartemen yang saya temui kondiisinya gelap gulita pada malam hari, hanya terlihat terang di dalam ruangan-ruangan tertentu saat kami berkunjung ke rumah teman china lampu pada koridor apartemennya baru menyala saat kita menyentuh saklarnya dan mati secara otomatis beberapa detik kemudian.
 
Suasana apartemen penduduk china


            Kegiatan belajar mengajar di kampus
Pukul 07.30 waktu yangzhou saatnya kita berangkat, dengan mengendarai sepeda dayung kami berangkat dari dormitori ke kampus yang lumayan dekat kata orang china, butuh waktu 15 menit. Pengajaran yang mengacu pada teacher center mengingatkan saya pada pengalaman belajar 10 tahun silam, kami duduk manis dan mendengarkan guru berusaha menerangkan denga maksimal. Kelas kami cukup besar menampung 40 mahasiswa. Perubahan tipe belajar seperti ini menyebabkan beberapa mahasiswa merasa bosan, ada yang mulai menguap, asyik dengan kegiatan sendiri dan lain-lain. Akan tetapi semua ini tidak berlangsung lama karena kami ingat  tujuan kami ke negeri tirai bambu dalam rangka menuntut ilmu.
 
Kegiatan belajar bahasa china

            Pengalaman naik bus
Setelah lelah berjalan kaki kami mencoba transportasi yang sangat mudah digunakan disana yaitu bus dengan membayar 2 yuan sekali naik jauh-dekat bahkan ada bus no 162 Cuma membayar 1 yuan. Tertib dan bersih kesan pertama yang saya dapat. Semua penumpang menunggu di halte masuk dari pintu depan dan turun dari pintu belakang (lebih tepatnya ditengah). Mendahulukan penyandang disabilitas, orang tua, wanita hamil, dan ada juga kursi khusus anak-anak.
 
Tanda halte dekat kampus, kode bus dan rutenya

Kebiasaan penduduk china mereka tidur lebih awal sekitar pukul 9 malam dan bangun lebih awal sekitar jam 5 pagi, berbeda dengan kami tidur jika sudah masuk jam 12 malam dan bangun jam 6 atau jam 7 pagi. Kebiasaan tidur lebih awal ini menyebabkan tidak adanya aktifitas di malam hari, kota semakin sepi jika sudah melewati pukul 9 malam, pernah sekali kami pulang dari stasiun sekitar jam 8 malam, ternyata hanya dua bus saja yang masih beroperasi yaitu no 88 dan 59 itupun bus terakhir (di yangzhou).
 
Di dalam bus kota dan tiket bus antar kota

Untuk penumpang antar kota perlu membeli tiket terlebih dahulu. Tiket bisa di dapat langsung sebelum keberangkatan atau beberapa waktu sebelumnya. Bus antar kota berangkat dari terminal dan berhenti di terminal tujuan waktu berhenti maksimal hanya 10 menit di terminal transit, bus tidak bisa berhenti seenaknya di sembarang tempat. Ketertiban sangat dijaga, budaya antri sangat tertib, kami tidak menemui pertengkaran karena perebutan antrian meskipun sangat ramai sekali. Lagi-lagi bahasa sangat diperlukan sehingga saya harus banyak belajar terlebih lagi dalam membeli online, kita harus bisa membaca huruf hanse dan memilih tombol menu yang dibutuhkan. Tanggal 8 juni 2016 perjalanan yang betul-betul memberikan banyak pengalaman. Saya berencana menjemput istri yang datang ke shanghai. Saya memesan tiket bus yangzhou-shanghai dengan harga 100 yuan. Bus berangkat pukul 5 sore dan akan tiba diterminal shanghai pukul 10 malam.

            Pengalaman naik subway
Ada hal yang tak terperhitungkan dari perjalanan kami dari yangzhou ke shanghai bahwa terminal terakhir ke bandara pudhong masih sangat jauh. Terminal bus berada ditengah kota shanghai sedangkan bandara berada diujung tenggara kota shanghai. Jarak ini dapat ditempuh dengan menggunakan subway line 2 akan tetapi subway line 2 pada pukul 10 sudah berakhir dan subway line yang lain berakhir pada pukul 11 malam, wahhh... belajar dan harus benar dalam waktu 1 jam harus sampai ke pudhong airport bagaimana membeli tiket, menentukan  tujuan dan cara naiknya akhirnya dengan memahami peta di stasiun dan aplikasi subway pada android dengan lari-lari kecil harus saya lakukan. Pada stasiun subway terdekat hanya ada line 3 dan 4. Saya memilih line 4 menuju longyang road  dengan membayar 4 yuan kemudian berpindah ke line 6 untuk mencari jarak terdekat dan berencana pindah ke line 7 akan tetapi sesampai di perpindahan kereta ke line 7 waktu sudah habis. Tidak ada pilihan lain kecuali naik taksi, dengan tawar menawar didapat kesepakatan 150 yuan ke bandara. Tepat pukul 12 malam saya tiba di bandara.

              Ditolak hotel
Semua rencana perjalanan esok hari sudah tersusun rapi, pagi ke stasiun untuk beli tiket kereta cepat ke zhenjiang (kota terdekat dengan yangzhou yang dilalui kereta cepat). Siang mencari hotel dan sore ke pearl tower, nanjing road dan the bund. Dengan menggunakan subway line 2 kami meninggalkan pudhong airport ke shanghai railway stasiun. Lagi-lagi tidak teliti dengan peta dan informasi di kereta bahwa untuk melanjutkan perjalanan harus berpindah kereta meskipun sesama line 2. Dengan santainya kita ngobrol tanpa memperhatikan arah kereta, setelah sadar ternyata kereta kembali lagi di bandara. Uffttt waktu terbuang sisa-sia .... dengan terpaksa kita harus melewati jalur line 2 tiga kali untuk sampai ke  shanghai railway stasiun. Dengan sedikit kesulitan bahasa kami membeli tiket kereta shanghai-zhenjiang dengan harga 98 yuan perorang. Satu target sudah terselesaikan, target berikutnya adalah mencari hotel. 
 
shanghai railway station

Saya mendapat rekomendasi dari teman bahwa green hotel atau 7 days dapat menerima orang asing dengan harga yang lumayan murah, akan tetapi yang kami temui adalah penolakan dengan alasan bahwa hotel tersebut hanya menerima orang china. Termasuk juga hotel 168 dan jinjiang inn juga menolak kami, setelah cukup lama dan mengingat waktu sudah menjelang sore kami memutuskan untuk mencari hotel di dekat the bund dan akhirnya menemukan  hotel yang dapat menerima kami dengan harga 370 yuan permalam dan fasilitas yang sangat bagus. 
 
Jalanan shanghai di malam hari

Setelah meletakkan barang kami berangkat ke pearl tower and the bund tak lupa kami membawa kartu nama hotel untuk jaga-jaga apabila kami lupa route jalan pulang. Dan ternyata benar “we are missing” kami tunjukkan kartu nama tersebut kepada supir taksi dan mengangguk bahwa dia mengerti akan tetapi kami di bawa ke tempat yang salah kami dibawa kembali ke tempat dimana kami berada sebelumnya setelah ditanya betul-betul ternyata dia tidak dapat membaca huruf hanse, (ahhhh... orang china macam apa tidak bisa baca tulisannya sendiri) akhirnya kami menghubungi nomor yang tertera pada kartu nama dan meminta pak supir untuk berbicara dengan resepsionis hotel, dan dia mengetahui dimana hotel kami dengan membayar 30 yuan.

     Perjalanan ke beijing
Shanghai-Zhenjiang ditempuh selama 1 jam. Sesampai di Zhenjiang lumayan masih pagi, terminal masih sepi hanya ada beberapa petugas di tempat pengecekan tiket. Lagi-lagi saya harus berjuang membeli tiket online dengan tulisan china, setelah berupaya maksimal akhirnya saya dapatkan tiket bus Zhenjiang-Yangzhou dengan harga 18 yuan. Perjalanan 1 jam tak terasa melewati pedesaan, dikiri dan kanan diapit pemandangan yang sangat indah. Sesampai di Yangzhou kami meletakkan sebagian barang bawaan kami, dan akan melanjutkan perjalanan ke beijing.
Shanghai railway station sebelum perjalanan menuju Zhenjiang
Tiket kereta Yangzhou-Beijing sudah dipesan beberapa hari sebelumnya dengan harga 270 yuan untuk kereta dengan bed, pengalaman pertama kali untuk tidur didalam kereta apalagi kami mendapatkan bed paling atas sehingga butuh waktu untuk adaptasi.
 
Saat berada di kereta, bed atas (kiri) dan bawah (kanan)

Perjalanan 10 jam tak terasa (karena tidur terlelap hehe...) kereta tiba tepat waktu sesuai jadwal pukul 07.54 waktu beijing. Setiba di stasiun target berikutnya adalah mencari tiket ke badaling menurut info yang saya ketahui saya harus mencari tiket tipe S2, setelah saya menemukan loket dimana tiket S2 di jual ternyata tiket sudah terjual habis, loket akan dibuka lagi pukul 13.00 waktu beijing. Wah... waktu bakal habis sia-sia ini. Ternyata ada alternatif lain untuk sampai ke badaling kami dapat menggunakan subway line 2. Setelah cukup lama mencari kami temukan loket subway line 2, saya sampaikan tujuan kami dan petugas memberikan ticket kereta Beijing-Badaling pulang pergi seharga 50 yuan.
 
Tiket kereta ke badaling, ticket masuk great wall dan
Suasana dalam kereta ke badaling dengan teman china

Waktu keberangkatan masih 30 menit lagi, budaya antri lumayan tidak tertib disini, terlebih lagi ada porter (pengangkut barang) yang dapat menerobos antrian. Sempat saya bertanya kepada teman china yang kebetulan bertemu dan membantu kami, dia menjelaskan jika nanti pintu di buka kita harus lari ke kereta untuk mendapatkan tempat duduk, siapa yang cepat dia dapat, (wow.... memang tidak ada no tempat duduk yang tertera dalam ticket). Dengan nafas terengah-engah kami dapatkan tempat duduk, terlihat di belakang kami masih banyak penumpang lain yang berdiri. Kereta lumayan luas, tempat duduk yang nyaman, jarak antara tempat duduk sangat renggang sehingga kami dapat meluruskan kaki dengan leluasa. Perjalanan 2 jam sangat mengasyikkan, di kanan dan kiri diapit sawah dan pegunungan yang menjulang khas pegunungan china.
Sesampai di badaling kami diantar bus ke great wall gratis. Saya lihat loket lumayan panjang antriannya, dengan mengeluarkan uang 160 yuan kami dapatkan tiket masuk greatwall (60 yuan) dan tiket gondola naik-turun (100 yuan). Kami sebagai pelajar di china mendapat prioritas khusus, apabila menggunakan kartu pelajar yang dikeluarkan kampus maka ada potongan 50% di seluruh tempat wisata di china, jika menggunakan kartu pelajar mirip paspor yang diakui pemerintah china (xue shen cheng) dan citizen card maka gratis dalam satu tahun untuk 8-20 tempat wisata di china cukup dengan mendaftar di loket tertentu dengan mengeluarkan biaya 150-200 Yuan.
 
Xue shen cheng dan petunjuk untuk mendapatkan citizen card

            Menyempatkan diri ke Taizhou
Tanggal 17 Juni 2016 adalah hari terakhir perkuliahan. Masih ada 1 hari waktu tersisa, hal ini tidak boleh disia-siakan kami sempatkan pergi ke Taizhou berkunjung ke rumah salah satu teman china. Perjalanan 1 jam Yangzhou-Taizhou menggunakan bus. Setiba di Taizhou kami disambut hangat oleh keluarga mereka, diajak makan, ngobrol, main musik dan bernyanyi bersama.

 
Saat makan bersama dengan keluarga baru dari taizhou

                   Kesan terakhir
Perjalanan di Tiongkok sudah berakhir akan tetapi masih banyak cerita yang perlu diungkap, sisi baik dan juga sisi yang kurang baiknya perlu kiranya untuk dibagi. Bagian akhir Catatan Perjalanan ini akan mengungkap hal-hal yang belum terekam di bagian sebelumnya.
Sebenarnya, bandara kita yang telah berlabel Internasional, seperti Juanda tidak kalah bersaing dengan bandara sekelasnya di Tiongkok. Sama-sama bersih, juga sama-sama canggih. Meski demikian menurut pengamatan saya ada sejumlah perbedaan yang cukup menarik untuk diulas khususnya kepada para calon penumpang pesawat.
Soal kebersihan, kita masih bisa mengalahkan orang Tiongkok bahkan menurut saya tiongkok adalah kota yang bersih tetapi kumuh. Bau yang mengganggu selalu tercium dimana-mana. Demikian juga kebiasaan penduduknya dalam meludah di sembarang tempat. Sering kali terdengar suara mulut “khaaak...” dimana-mana. Tidak hanya di kamar kecil, pintu masuk pesawatpun tak luput dari ciri khas itu bahkan di ruang tunggu. Saya sempat berfikir, andai saja hal itu terjadi di Indonesia, pasti orang semacam itu akan sering menerima hadiah ‘bogem mentah’ dari siapapun yang ada di sekitarnya. Ironisnya, hal itu juga terjadi di dalam pesawat dan berlanjut ke bandara tujuan.
Masalah ketertiban, tampaknya kita masih saja lebih unggul daripada mereka.  Ketika pesawat yang saya tumpangi baru saja mendarat di bandara Pu Dong, Shanghai, terdengarlah pengumuman bahwa pesawat telah mendarat dan akan berhenti di tempat yang sudah ditentukan. Saat itulah banyak diantara warga  Tiongkok yang memilih langsung berdiri. Beberapa diantara mereka bahkan terlihat menurunkan barang dari bagasi di atas tempat duduknya. Padahal secara teknis hal itu tidak diperbolehkan sebelum pesawat benar-benar berhenti. Mereka baru duduk kembali setelah salah satu pramugari menyuruh mereka untuk duduk kembali dengan nada tinggi.
Dalam hal ketertiban di jalan, untuk mobil lumayan tertib akan tetapi masih banyak sekali pesepeda yang melanggar rambu-rambu, melawan arus berhenti seenaknya tanpa memperhatikan yang dibelakang.
Di dalam toilet, untuk Anda yang tidak terbiasa dengan toilet kering, sebaiknya selalu menyediakan botol air mineral di dalam tas seperti yang kami lakukan. Jika perlu sekalian masker untuk menutup hidung. Begitu masuk toilet, kesan pertama yang akan muncul adalah bersih, kering, tetapi menusuk hidung. Dimanapun toiletnya, kesan yang dihasilkan selalu sama karena petugas kebersihan hanya bekerja menjelang toilet tutup pada pukul 21.30. Selepas dari toilet, Penggunaan air semuanya menggunakan sensor panas tubuh. Misalnya menggunakan air di watafel dengan mendekatkan telapak tangan pada ujung kran maka air mengalir dengan sendirinya. Di toilet sebaliknya jika kita meninggalkan ruang toilet maka air akan mengalir membawa sampah kita. Anda tidak akan menemui kotak sumbangan kebersihan karena semua sudah diurus pemerintah.
Pembatasan terhadap jumlah anak dalam satu keluarga merupakan hal yang lumrah sehingga aborsi adalah hal yang wajar. Bahkan beberapa resto menyediakan sup janin bayi. Akan tetapi saat ini kebijakan pemerintah tiongkok sudah memperbolehkan penduduknya mempunyai 2 anak. Paham patrialis membuat penduduk china memilih anak laki-laki dan melakuka aborsi jika diketahui anak yang dikandung adalah anak perempuan. Mengetahui hal ini pemerintah melarang wanita hamil memeriksakan kehamilannya menggunakan USG, kecuali ada hal yang sangat diperlukan seperti keadaan darurat.
Penggunaan ponsel, seperti yang ada dinegara kita, untuk dapat menggunakan ponsel kita bisa membeli kartu perdana china mobile dengan harga 50 yuan untuk paket 2G dalam satu bulan. Ada pengalaman menarik yang saya alami. Penggunaan data 2G habis dalam 2 minggu karena sering memakai video call dengan keluarga di rumah. Pulsa mengalami negatif  11.85 yuan. Pulsa negatif ini akan memotong nilai pembelian pulsa berikutnya. Saya berencana membeli paket data, ternyata di tolak oleh pihak counter dengan mengatakan bahwa jatah anda bulan ini sudah habis jika anda mau membeli hanya mendapatkan 300M dengan harga 30 Yuan. Dengan terpaksa saya membeli paket tersebut, akan tetapi dalam pemakaian 1 hari data tersebut habis. Saya ceritakan pengalaman ini kepada teman china, dia bersedia membantu dan akhirnya kami dapatkan gratisan data 300M dengan membeli pulsa 100 yuan. Untuk pemakaian data berikutnya setelah data habis maka akan memotong nilai pulsa tersebut 10 yuan untuk 100M dan kelipatannya.
Pemakaian wifi, untuk dapat memakai wifi di kampus ataupun di dormitori kami harus membayar 4,5 yuan untuk pemakaian 1 jam. Ada juga wifi dari china mobile dengan tarif yang sama. Tidah ada yang gratis di china semua serba diatur termasuk hujan seperti diatur pula, seperti yang kami alami selama 1,5 bulan di yangzhou hujan turun setiap hari sabtu dan minggu sehari penuh. (mungkin hanya kebetulan saja).
ini hanya sepenggal kisah perjalanku dan istriku di negeri tiongkok, maaf jika ada kalimat yang tidak berkenan, kami hanya mengungkap apa yang kami ketahui dan kami rasakan.
tunggu kisah kami selanjutnya, love you mama,